Kain Ternyata Korban Bullying

Kisah dua bersaudara Kain dan Habel sebagaimana yang dicatat dalam Kejadian 4:1-16 menempatkan Kain sebagai tokoh antagonis. Kain membunuh adiknya, Habel, oleh karena ia merasa sakit hati setelah persembahan Habel diindahkan Tuhan sedangkan persembahannya tidak. Cerita itu sudah begitu dikenal bahkan sejak saya masih anak-anak. Namun demikian, ada suatu pertanyaan saya yang selama ini tidak terjawab, mengapa Kain harus membunuh Habel? Mengapa Kain begitu sakit hati ketika persembahannya tidak diindahkan Tuhan, dan mengapa kemudian Habel menjadi sasaran kemarahannya?

Ketika pertanyaan tersebut disampaikan, maka biasanya jawaban yang diberikan adalah “kita tidak perlu mencari-cari yang tidak tertulis dalam teks, karena tentunya itu bukan yang sedang dimaksudkan oleh Alkitab untuk disampaikan.” Ya, jawaban tersebut saya kira tidak salah, karena memang Alkitab bersifat selektif, tidak semua kisah yang ada di dunia ini harus ditulis dalam Alkitab. Namun demikian, tentunya jawaban tersebut tidak dapat memuaskan rasa penasaran.

Saya mencoba untuk membaca teks tersebut dari perspektif lain untuk mendapatkan jawabannya. Bila selama ini teks tersebut dibaca dari sudut pandang Habel, atau mungkin sudut pandang dosa dan keselamatan, maka saya mencoba untuk membacanya dari perspektif Kain dengan menggunakan bantuan film Joker untuk membantu menerangi “bagian yang gelap” (blind spot) tersebut. Pertama saya meminjam terjemahan dari E. Gerrit Singgih terhadap Kejadian 4:3-5,

Selang beberapa waktu kemudian, Kain membawa hasil bumi untuk dipersembahkan sebagai kurban kepada Tuhan, dan Habel juga membawa anak sulung dari domba-dombanya, dan lemak-lemak dari daging domba. Maka Tuhan menghargai/ menerima Habel dan persembahannya, tetapi terhadap Kain dan persembahannya tidak Ia hargai. Kain amat tersinggung dan kehilangan muka.

Saya menandai dengan cetak tebal untuk menandai pertanyaan saya: mengapa Kain harus tersinggung? Kepada siapa ia tersinggung? Dan mengapa ia malu/ kehilangan muka? Apa yang membuatnya menjadi kehilangan muka? Dugaan saya Kain tidak tersinggung kepada Tuhan, dan bukan persembahan yang tidak diindahkah Tuhan yang membuat dia kehilangan muka. Lalu siapa yang membuatnya tersinggung? Saya menempatkan Habel sebagai tersangkanya. Alasannya adalah bahwa dia menjadi sasaran kemarahan Kain. Tetapi apakah kesalahan Habel terhadap Kain? Inilah bagian gelap yang saya coba terangi dengan film Joker.

Film Joker menggambarkan sosok Joker bukan dari perspektif biasanya sebagai tokoh antagonis dari superhero Batman. Film tersebut menceritakan kisah pilu di balik kesadisan Joker. Arthur Fleck, yang nantinya dikenal sebagai Joker, diceritakan sebagai seorang komedian yang gagal. Ia telah berusaha maksimal dalam karirnya, namun yang terjadi sebaliknya dia mendapatkan berbagai tindakan bullying, yang puncaknya adalah ketika seorang presenter terkenal menjadikannya sebagai bahan olok-olokan. Ia membunuh orang-orang yang telah merendahkannya. Pengalaman hidupnya yang pahit oleh karena perlakuan buruk orang-orang terhadapnya membuatnya berubah menjadi sosok pembunuh berdarah dingin.

Bagi budaya Timur, saya meminjam istilah dari Banawiratma, berlaku shame culture, yaitu lebih merasa malu apabila etika, tata krama, sopan santun dilanggar, dibandingkan apabila gagal melaksanakan kewajiban. Dari situ saya berpikir bahwa Kain merasa tersinggung dan kehilangan muka bukan karena gagal dalam persembahannya kepada Tuhan tetapi karena harga dirinya yang sedang dilanggar oleh orang lain. Mungkin saja, seperti dalam film Joker tersebut, Habel telah melakukan bullying terhadap Kain ketika mengetahui bahwa persembahan Kain ditolak sedangkan persembahannya diterima.

Nah pada akhirnya ada sisi positifnya juga ketika saya mencoba menerangi “bagian yang gelap” dari teks, bukan hanya menjawab rasa penasaran, tetapi juga mendapatkan makna yang lain. Apa itu? Mungkin ada orang-orang yang meninggalkan gereja bukan karena mereka tidak mengasihi Tuhan, tetapi karena sikap, perkataan, atau mungkin khotbah yang telah melukai hatinya.

Referensi

Banawiratma, J.B., dan J. Muller. Berteologi Sosial Lintas Ilmu: Kemiskinan sebagai Tantangan Hidup Beriman. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. 1993.

Singgih, Emanuel Gerrit. Dari Eden ke Babel: Sebuah Tafsir Kejadian 1-11. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. 2011.

Sinopsis ‘Joker,’ Kisah Pilu di Balik Kebengisan Musuh Batman. https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20191001111403-220-435620/sinopsis-joker-kisah-pilu-di-balik-kebengisan-musuh-batman