Kalau Sudah Begini, Selanjutnya Gimana?

“Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang” (Luk. 4:18-19).

Pada coratan saya sebelumnya, saya menekankan untuk tidak melihat wabah Covid-19 sebagai hukuman Tuhan, namun sebaliknya sebagai saat di mana kita mengerjakan pekerjaan-pekerjaan Allah bagi kebaikan seluruh manusia. Wabah ini menjadi pelajaran dan sekaligus memberdayakan kita. Tidak ada perlunya lagi untuk saling menyalahkan, termasuk untuk mempertentangkan antara iman dengan mentaati himbauan pemerintah dalam mencegah penularan virus ini. Yang selanjutnya adalah apa yang dapat kita atau gereja lakukan?

Kita mungkin juga sudah mendengar banyak berita bahwa para tenaga kesehatan, mereka yang ada di garis depan, membutuhkan support kita, termasuk dalam hal pengadaan peralatan dan perlengkapan medis. Sudah ada beberapa pihak yang tergerak untuk memberikan donasi untuk itu, termasuk organisasi keagamaan. Bagaimana dengan gereja? Semoga hal yang sama juga dilakukan oleh gereja, dan hanya karena tidak ada/ tidak mau diberitakan saja sehingga belum terdengar beritanya sampai saat ini.

Saya mencoba mengutip teks Lukas 4:18-19 di atas untuk mengingatkan kita (gereja) akan panggilannya, terutama dalam situasi seperti ini. Saya menyusun struktur teksnya seperti di bawah ini:

Roh Tuhan ada pada-Ku,
a : oleh sebab Ia telah mengurapi Aku untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin
b : dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan
b1 :     dan penglihatan bagi orang-orang buta
a1 :   untuk membebaskan orang-orang yang tertindas
untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang

Teks tersebut menempatkan kalimat “Roh Tuhan ada pada-Ku” dan “untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang” sebagai bingkai dari teks tersebut. Orang yang diurapi adalah orang yang dipilih untuk melakukan suatu pekerjaan/ misi, parallel dengan “Ia telah mengutus Aku.” Roh Tuhan, atau bisa dimaknai sebagai semangat yang dari Tuhan akan membawa pada pemberitaan tahun rahmat Tuhan. Dengan demikian, dapat diartikan bahwa gereja, yang selama ini lekat dengan kegiatan misi, sudah seharusnya dipenuhi dengan semangat yang dari Tuhan untuk memberitakan rahmat Tuhan kepada semua orang. Saya mengambil istilah yang sering dipakai, gereja dipanggil untuk menjadi berkat bagi semua orang.

Bagaimana untuk dapat menjadi berkat? Ternyata dengan menjalankan misi sebagaimana yang saya tandai dengan abb1a1 di atas. “Orang-orang miskin” parallel dengan “orang-orang tertidas,” dan bukankah demikian juga kenyataannya. Orang-orang miskin biasanya menjadi pihak yang tersingkirkan, termasuk dalam mengakses layanan kesehatan. “Tawanan” disandingkan dengan “orang-orang buta.” Konon pada zaman dahulu penjara ada di bawah tanah yang sangat gelap, sehingga orang yang di penjara dalam waktu yang lama bisa menjadi buta. Artinya itu adalah berbicara situasi yang sama, yaitu orang-orang yang tidak bebas, dan selanjutnya bisa kita hubungkan siapa saja mereka yang “tidak bebas” lagi karena wabah virus Covid-19.

Saya tidak akan berpanjang lebar menjelaskan secara detail tafsirannya, karena ini hanya coretan saja. Namun pada intinya bahwa teks tersebut menginspirasi gereja untuk bertindak nyata menggunakan sumber daya-sumber daya yang dimiliki untuk dapat terwujudnya tahun rahmat Tuhan di tengah pandemi Covid-19 ini.